Menanti fajar di batas cakrwala, embun berayun di pohon
tanjung. Alunan salawat memenuhi angkasa, mengagungkan Ilahi yang maha
pengasih. Semoga subuh membawa berkah, agar seluruh mahluk damai di bumi.
Kukenang suatu perjalanan, tapak2
kaki di pinggir parit, berbelok ke kiri dan ke kanan, menghindari lumpur yg
teramat dalam. Kunang2 di reranting bakau, menjadi suluh di gulita malam. Tak
ada ujung yg dapat kulihat, hanya awal yg bisa kurasakan. Tiba2, aku sudah di
sini, menanti fajar yg tak kunjung tiba.
Kusongsong kabut di jalan berliku,
jalan harapan yang tdk pasti. Kadang kutemukan sinar yang membahagiakan, namuni
tidak sedikit patah morgana yang kutemui.Kusadari sepenuhnya, Tuhan akan menurunkan
cahaya, jika mata sudah siap menrimanya. (Makassar, Okt 2012)
Buih-buih ombak merayu pantai, agar
tetap menyatu dengan laut. Meski batas tidak jelas, antara dangkal dan dalam
tetap bisa dibedakan.
Ibu.. , hari ini baru saja kuziarai
pusaramu. Saya bedoa, tapi sebenarnya sy mengeluh. Seperti disaat engkau masih
hidup, ketika hatiku galau, engkau tempat paling dekat untuk mengadu. Dan
nasehatmu yg paling kuingat; Tuhan adalah sandaran paling kokoh. Jangan
berpaling dariNya. Syukuri apa yang ada. Terima kasih Ibu, atas curahan kasih sayangmu......
(Siwa, 12 Mei 2012)
Kutata kembali daging segumpal itu,
agar tidak tumbuh cendawan yang merusak saripatinya.
Meski tak yakin, tetap harus kulakukan, agar risau,
iri, dengki, bisa pupus dari relung terselubung.
.... SEMOGA..... (Makassar, 27 April 2012)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar