Rabu, 01 Januari 2014

SKETSA HIDUP




Menanti fajar di batas cakrwala, embun berayun di pohon tanjung. Alunan salawat memenuhi angkasa, mengagungkan Ilahi yang maha pengasih. Semoga subuh membawa berkah, agar seluruh mahluk damai di bumi.




Kukenang suatu perjalanan, tapak2 kaki di pinggir parit, berbelok ke kiri dan ke kanan, menghindari lumpur yg teramat dalam. Kunang2 di reranting bakau, menjadi suluh di gulita malam. Tak ada ujung yg dapat kulihat, hanya awal yg bisa kurasakan. Tiba2, aku sudah di sini, menanti fajar yg tak kunjung tiba.


Kusongsong kabut di jalan berliku, jalan harapan yang tdk pasti.  Kadang kutemukan sinar yang membahagiakan, namuni tidak sedikit patah morgana yang kutemui.Kusadari sepenuhnya, Tuhan akan menurunkan cahaya, jika mata sudah siap menrimanya. (Makassar, Okt 2012)


Buih-buih ombak merayu pantai, agar tetap menyatu dengan laut. Meski batas tidak jelas, antara dangkal dan dalam tetap bisa dibedakan.
Ibu.. , hari ini baru saja kuziarai pusaramu. Saya bedoa, tapi sebenarnya sy mengeluh. Seperti disaat engkau masih hidup, ketika hatiku galau, engkau tempat paling dekat untuk mengadu. Dan nasehatmu yg paling kuingat; Tuhan adalah sandaran paling kokoh. Jangan berpaling dariNya. Syukuri apa yang ada. Terima kasih Ibu, atas curahan kasih sayangmu...... (Siwa, 12 Mei 2012)



Kutata kembali daging segumpal itu, agar tidak tumbuh cendawan yang merusak saripatinya. Meski tak yakin, tetap harus kulakukan, agar risau, iri, dengki, bisa pupus dari relung terselubung. .... SEMOGA..... (Makassar, 27 April 2012)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar