Jumat, 12 September 2014

PNPM Mandiri Perdesaan dan Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Oleh: Wahyuddin Kessa*

Ketika saya melakukan perjalan ke desa, banyak pelaku PNPM Mandiri Perdesaan  bertanya; “apakah program ini akan terus berlanjut setelah tahun 2014 ?”. Saya tidak serta merta menjawab pertanyaan mereka, apakah program ini berlanjut atau tidak, karena sampai hari ini, saya pun belum ada informasi resmi dari pemerintah pusat mengenai keberlanjutan program tersebut. Informasi yang dapat dipastikan bahwa Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2015, tidak lagi menganggarkan bantuan langsung tunai (BLM) untuk program PNPM Mandiri Perdesaan TA 2015. Anggaran yang awalnya disiapkan untuk PNPM MPd sebesar 9,1 triliyun dialihkan menjadi Dana Desa. Jika BLM menjadi dasar dari pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan, maka bisa dipastikan secara programatik program ini berakhir di Desember 2014.
Mengapa begitu besar harapan masyarakat perdesaan terhadap keberlanjutan PNPM Mandiri Perdesaan ? Apakah program ini memang sangat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa ? atau, hanya sekeder pengalihan kegiatan untuk melupakan beban hidup di perdesaan yang semakin berat. Untuk itu kita perlu melihat sejarah dan perkembangannya sampai saat ini.
Sejarah PNPM Mandiri Perdesaan
Berawal dari menurunnya kinerja ekonomi Indonesia dan meningkatnya angka kemiskinan pada pertengahan 1990, Pemerintah Orde Baru mulai menyadari untuk merubah pendekatan pembangunannya. Trilogi pembangunan yang mengutamakan pertumbuhan ternyata gagal membuat masyarakat perdesaan menjadi sejahtera. Bukan hanya itu, bangunan ekonimi Indoensia juga melahirkan kesenjangan yang sangat besar diberbagai bidang.
Berangkat dari permasalahan tersebut, Pemerintah Orde Baru mulai menggagas pembangunan yang berorintasi perdesaan dengan meluncurkan program Impres Desa Tertinggal (IDT) pada tahun 1994. Progra IDT bertujuan meningkatkan kinerja ekonomi perdesaan dengan memberikan bantuan modal usaha kepada kelompok-kelompok masyarakat (POKMAS) dengan model pengelolaan dana bergulir. Program IDT masih dianggap belum cukup, maka pada tahun 1996, pemerintah kembali meluncurkan program P3DT yang dikhususkan untuk memperbaiki infrastruktur perdesaan dan membuka isolasi yang menjadi penghambat bekembangnya usaha-usaha masyarakat diperdesaan. Belajar dari kelemahan dan kekuatan  IDT dan P3DT, kemudian Pemerintah merancang Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang menggabungkan dua kegiatan tersebut kedalam satu program besar. PPK mulai diuji coba pada tahun 1997 di empat provinsi, kemudian diimplementasikan secara terbatas di 16 provinsi pada tahun 1998. Dan satu tahun kemudian, pemerintah kemabli meluncurkan PPK Perkotaan (P2KP) untuk diujicoba dibeberapa kota, yang diharapkan menjadi sulusi bagi kemiskinan di perkotaan.
Setelah berjalan kurang lebih tujuh tahun, PPK bermutasi menjadi PNPM-PPK pada tahun 2005-2006 dengan melakukan  beberapa perbaikan pada mekanisme dan struktur programnya. Karena dianggap berhasil membangun wilayah perdesaan,  maka pada tahun 2007 Presiden RI Susilo Babang Yudoyono meluncurkan program ini dengan nama PNPM Mandiri di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Setelah peluncuran tersebut, maka PNPM Mandiri Perdesaan telah menjadi program pemberdayaan masyarakat terbesar dan telah menjangkau hampir seluruh wilayah perdesaan Indonesia.
Apa sebenarnya yang menjadi tujuan dari PNPM Mandiri Perdesaan ?. Sebagaimana disebutkan di dalam petunjuk teknis operasional (PTO) PNPM Mandiri Perdesaan tahun 2014, bahwa “Tujuan Umum PNPM Mandiri Perdesaan adalah meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di perdesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan”. Dan secara khusus bertujuan; 1) Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan atau kelompok perempuan, dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan, 2) Melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif dengan mendayagunakan sumber daya lokal, 3) Mengembangkan kapasitas pemerintahan desa dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan partisipatif, 4) Menyediakan prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat, 5) Melembagakan pengelolaan dana bergulir, 6) Mendorong terbentuk dan berkembangnya kerjasama antar desa, 7) Mengembangkan kerja sama antar pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan perdesaan.
Pertanyaan selanjutnya adalah; apakah tujuan tersebut telah tercapai ? Jawabannya sangat relative. Jika dilihat dari sudut pandang angka-angka kuantitatif, kita bisa mengatakan tujuan-tujuan tersebut telah terlaksana dan telah dicapai. Akan tetapi jika kita berbicara pencapaian kualitativ dan substantive, tentu akan menimbulkan pendapat yang berbeda-beda. 
Jika melihat data yang dirilis oleh Ikatan Pelaku Pemberdayaan Masyarakat Indonesia (IPPMI), PNPM Mandiri Perdesaan telah berhasil membangun sejumlah sarana dan prasarana social ekonomi di perdesaan. Cakupan program pemberdayaan masyarakat saat ini, telah memberi manfaat bagi 13,3 juta Rumah Tangga Miskin (RTM), dan menyerap 11 juta tenaga kerja, dengan tingkat partisipasi mencapai 60% dan 48% diantaranya adalah perempuan.
Selain itu IPPMI juga mencatat, program pemberdayaan masyarakat tersebut juga telah meningkatkan modal sosial berupa semangat gotong-royong dan nilai keswadayaan baik di desa maupun di kecamatan. Adanya efisiensi pelaksanaan kegiatan swakelola oleh kelompok masyarakat yang mencapai 15-50%, serta telah terbentuknya aset-aset berupa 9 Triliun dana bergulir, dan aset fisik lainnya berupa 104,966 km panjang jalan, 8,532 jembatan, 6,756 irigasi, 103,026 sistem air bersih, dan 27,503 sekolah.
Dan yang tidak kalah penting, pemerintah telah melakukan investasi sumber daya manusia melalui program pemberdayaan masyarakat selama 15 tahun terakhir dengan nilai lebih dari 10 Triliun untuk 25,378 orang dengan kualifikasi sarjana strata satu (S-1) disertai kompetensi sebagai Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat (FPM). Pendamping/Fasilitator tersebut juga sudah melatih dan memfasilitasi penguatan kapasitas sekitar 642,115 kader pemberdayaan masyarakat desa yang bekerja langsung bersama masyarakat. Bahkan pelatihan-pelatihan terbatas juga telah diberikan kepada hampir seluruh kepala desa di 72.944 desa.
Dari data dan fakta-fakta tersebut, tentu banyak pihak yang berkepentingan untuk melanjutkan PNPM Mandiri Perdesaan karena dinilai telah membawa perubahan mendasar di perdesaan. Tetapi sebagai “program” tentu PNPM Mandiri Perdesaan pasti akan berakhir. Pertanyaannya kapan waktu yang tetapt untuk mengakhirinya, dan bagaimana caranya. Apalagi dengan lahirnya Undang-Undang No. 6 Tahun 2013 Tentang Desa, yang merupakan manifestasi dari gagasan dan cita-cita PNPM Mandiri Perdesaan, tentu semakin memperkuat duagaan akan berakhirnya PNPM Mandir Perdesaan secara programtik, meski semangatnya terus tumbuh bersama dilaksanakannya UU Desa pada Januria 2015.

Pelaksanaan Undang Undang No.6 tahun 2014 tentang Desa.
Jika tidak ada aral melintang, Januari 2015 Undang Undang No.6 tahun 2014 tentang Desa akan dimulai pelaksanaannya. Dua peraturan pemerintah (PP) telah diterbitkan untuk mendukung pelaksanaan UU Desa tersebut, masing-masing; PP No. 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, dan PP No. 60 Tahun 2014 tentang ; Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara. Tinggal menunggu beberapa Peraturan Menteri yang akan mengatur teknis pelaksanaan UU Desa tersebut, diantaranya; Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) yang mengatur tentang mekanisme pendampingan, dan Permendagri yang mengatur tentang perencanaan, serta Permendagri yang mengatur tentang pengelolaan keuangan dan pertanggung jawaban pemeritah desa.
Bagaimana kesiapan Pemerintah Desa dan Masyarakatnya dalam pelaksanaan Undang Undang Desa ? Apakah mereka sudah memahami hakekat dari pelaksanaan UU Desa tersebut ? Dan apakah mereka sanggup mengelola dana desa secara efektif dan efesien, yang akan menjadi kewenangannya ? Pertanyaan ini banyak dilontarkan oleh pemerhati masalah perdesaan, karena melihat kondisi Pemerintah Desa saat ini yang belum sesuai harapan.  Masih banyak Pemerintah Desa yang kurang memahami tugas dan fungsinya, dan apa saja yang harus mereka persiapkan dalam rangka menjalankan roda pemeritahannya.
Apa yang harus dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka implementasi Undang Undang No.6 tahun 2014 tentang Desa. Pertama yang harus dilakukan Pemerintah adalah mengkonsulidasi seluruh dana program berbasis desa dan menerbitkan aturan dan kebijakan terkait dengan pengelolaan dana tersebut agar tidak tumpang tindih dengan Dana Desa. Ini penting dilakukan agar optimalisasi penganggaran pembangunan desa dapat diwujudkan, mengingat sampai saat ini Pemerintah baru bisa menyiapkan Rp. 9,1 triluyun untuk Dana Desa. Kedua, Pemerintah harus memastikan dan mendorong Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota memfasilitasi kesiapan Pemerintah Desa dalam hal penyusunan RPJM Desa, RKP Desa, APBDesa dan penataan kelembagaan desa. Sebagaimana diatur di dalam PP 43 tahun 2014, pasal 115 dan pasal 116, mewajibkan Pemerintah Desa memiliki RPJM Des, RKPDes dan APBDes sebagai acuan perencanaan dan pengaanggaran. Demikian juga yang diatur di dalam PP 60 tahun 2014, pasal 20 menyebutkan bahwa penggunaan Dana Desa mengacu pada RPJM Desa dan RKP Desa. Berdasarkan pengamatan saya, masih sebagian besar Pemerintah Desa belum memiliki RPJM Desa sebagaimana diatur di dalam Permendagri No.66 tahun 2007.
Selain dua hal tersebut di atas, yang tidak kalah pentingnya adalah Pemerintah  harus segera melakukan  peningkatan  kapasitas aparatur pemerintah desa dan masyarakatnya, serta menyediakan pendamping desa dengan mendayagunakan fasilitator pemberdayaan masyarakat yang sudah ada. Agaknya sulit membayangkan bagaimana inplemntasi UU Desa bisa berjalan tahun depan tanpa adanya pendampingan. Untuk itu, proses pendampingan merupakan keniscayaan, agar implementasi UU Desa tidak menjadi bencana bagi Pemerintah dan masyarakat Desa.
Lalu apa saja yang menjadi fokus dan tjuan dari Undang-Undang Desa. Sebagaimana diatur di dalam Pasal 78 UU Desa, bahwa “Pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan  potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan”. Pembangunan Desa meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan dengan mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan social. Selain itu, pada pasal  83 juga di sebutkan “Pembangunan Kawasan Perdesaan dilaksanakan dalam upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat Desa di Kawasan Perdesaan melalui pendekatan pembangunan partisipatif”.

Jika membandingkan antara rumusan tujuan dari PNPM Mandiri Perdesaan dengan fokus dan tujuan Undang Undang Desa, kita dapat melihat adanya persamaan substantive. Begitupun proses dan perencanaan yang diatur dalam UU Desa, seluruhnya mengadopsi model perencanaan partisipatif yang dikembangkan oleh PNPM Mandiri Perdesaan. Jadi, apa bila PNPM Mandiri Perdesaan berakhir secara programatik tahun 2014 ini, maka bisa dipastikan dengan diberlakukannya UU Desa tahun depan akan menjadikan semangat dan roh PNPM Mandiri Perdesaan tetap hidup dan berkelanjutan. Untuk itu, tidak perlu ada kekhawatiran mengenai berhentinya “semangat pemberdayaan masyarakat” di perdesaan, karena semangat tersebut telah terakomodasi secara berkelanjutan melalui Undang Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.****

*Penulis adalah Pengamat Masalah Sosial Ekonmi Perdesaan dan Koordinator Provinsi PNPM Mandiri Perdesaan Provinsi Goro