Jumat, 11 April 2014

INDONESIA MEMILIH 2014



 Sehari sebelum hari pencoblosan, semua orang sibuk saling bertanya; “apakah sudah dapat undangan untuk memilih ?” Saya dan beberapa teman yang tinggal di rumah kost, tidak terlalu yakain apakah kami dapat undangan. Tetapi setelah kemabli ke tempat kost,  saya menemukan selembar kertas yang diselipkan di bawah pintu. Kubaca secara seksama, ternyata  undangan untuk memilih di TPS VIII, Kelurahan Tapa, Kecamatan Sipatana, Kota Gorontalo. Saya merasa lega, karena mendapat undangan memilih.
Di hari pencoblosan, saya bersiap lebih pagi. Jam 6.00, saya sudah menyiapkan diri untuk berangkat ke TPS. Sepeda onthel saya bersihkan dan memompa ban depannya yang kempes. Saya akan naik sepeda ke TPS untuk melakukan pencoblosan.  Jam 7.00, saya tinggalkan kamar kos dengan tujuan keliling kota sebelum menuju TPS VIII tempat saya memilih. Kukayuh La Bolong secara perlahan, menikmati segarnya udara pagi sambil melihat kesibukan di beberapa TPS yang saya lewati. Ada persaan bangga dan haru menyaksikan kesibukan petugas KPPS dan masyarakat sekitar dalam mempersiapkan Pemilu Legislatif hari ini. Ternyata jiwa kebangsaan kita masih cukup kuat. Mereka mempersiapkan suatu rangkaian perhelatan demokrasi, yang mudah-mudah membawa perbaikan di negeri tercinta ini.
Hampir satu jam saya keliling kota dengan sepeda guna menyaksikan suasana di hari Pemilu Legislatif, 9 April  2014 ini. Setelah keeling kota, saya menuju TPS tempat saya memilih. Saya tiba jam 8.00 di TPS VIII Kelurahan Tapa, tapi acara belum dimulai. Panitia masih sibuk mempersiapkan segala sesuatunya. Ini terlambat dari jadwal yang ada di undangan. Seharusnya pencoblosan sudah dimulai jam 7.30, tapi sampai 8.15 proses pencoblosan belum dimulai. Daripada menunggu agak lama, saya tinggalkan TPS  VIII menuju arah jalan Madura untuk cari sarapan pagi.
Setelah sarapan pagi, saya kembali ke tempat kost untuk mengajak Pak Yusuf dan Pak Muin (teman kos saya) untuk sama-sama ke TPS VIII. Tapi ternyata mereka sudah terlebih dulu berada di TPS untuk mengantri. Saya menyusul mereka, dan bertemu di area TPS. Sebelum kami menyerahkan undangan ke KPPS, kami berdiskusi mengenai siapa yang harus kami pilih. Dari sekian banyak Caleg, hanya beberapa orang yang kami kenal. Disamping melihat daftar Caleg, saya juga melihat daftar pemilih yang dipajang di papan informasi. Nama saya ada di nomor urut 6 lengkap dengan nomor identis KTP saya. Ini artinya saya benar pemilih di TPS ini.
Tiga undangan kami serahkan ke KPPS secara bersamaan. Setelah itu kami langsung duduk di ruangan yang sudah disediakan, menungggu giliran dipanggil untuk menggunakan hak pilih kami. Sektara 45 menit berlalu, nama kami belum dipanggil. Saya mulai curiga, jangan-jangan ini ada permainan. Ada orang yang belakangan menyetor undangannya tapi sudah dipanggil, sementara kami sudah hampir satu jama menunggu belum dipangil juga. Saya merasa, ini ada yang tidak beres. Akhirnya Pak Muin dan Pak Yusuf dipanggi namanya setelah satu jam kami menunggu. Tapi nama saya belum dipanggil. Akhirnya saya protes ke KPPS, dan ternyata seorang bapak juga ikut melakukan memperotes. Saya datangi Ketua KPPS menanyakan kenapa saya belum dapat giliran mencoblos, sementara 2 teman saya sudah dipanggil, pada hal saya menyetor undangan secara bersamaan. Ketua KPPS berusaha berkelit, tapi karena banyak orang yang memperotes akhirnya mereka mencari nama  saya dan mempersilahkan saya untuk mengambil kertas suara.
Sebelum ke bilik suara, sekali lagi saya mengoreksi KPPS. Seluruh pemilih sebelum saya, tidak ada yang diperiksa tangannya apakah sudah ada bekas tinta atau belum ada sebagai bukti seseorang sudah menggunakan hak pilihnya atau belum. “Seharusnya Ibu memeriksa jari tangan mereka sebelum memberikan kertas suara, agar Ibu bisa memastikan mereka belum menggunakan hak pilihnya di tempat lain” , saya menyarakan ke Ketua KPPS. Itulah tujuannya mengapa setiap pemilih harus mencelupkan jari tangannya pada tinta yang sudah disediakan, setelah mereka menggunakan hak pilihnya. Kemudian Ketua KPPS berjanji akan menjalankan prosedur yang saya sampaikan.
Saya ambil kertas suara empat lembar, masing-masing untuk DPR, DPD, DPRD Propinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Melangkah pasti menuju bilik suara dengan pilihan yang sudah ada di hati. Dua menit, empat kertas suara selesai saya coblos, kemudian saya lipat, dan membawanya ke kotak suara yang sudah disediakan. Legah, akhirnya saya bisa menggunakan hak pilih saya.****