Kamis, 27 Maret 2014

MENJADI PEMILIH CERDAS



Oleh Wahyuddin Kessa

Jika  tidak ada perubahan jadwal,  tanggal 9 April 2014 akan menjadi hari yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Tanggal tersebut telah diteteapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai hari pemilihan umum anggota DPR, DPRD dan DPD untuk masa bakti 2014-2019. Momentum Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD 2014 sangat menentukan arah dan perkebangan politik kenegaraan kita ke depan, sehingga sangat penting bagi kita semua untuk mengambil bagian dalam perhelatan demokrasi tersebut.
Belajar dari tiga kali Pemilu anggota  legislatif sejak rezim Orde Baru tumbang, cukup memberi kita pelajaran berharga  tentang bagaimana memilih wakil rahyat yang akan duduk di DPR, DPD dan DPRD. Tentu kita tidak ingin mengulang kesalahan (salah pilih) di Pemilu Legislative tahun 2014. Untuk itu kita harus menjadi “pemilih yang bertanggung-jawab”, cerdas dalam memilih wakil yang akan menentukan nasib bangsa kita untuk masa lima tahun kedepan.

Mengkritis Janji Caleg

Setiap Pemilu anggota legislative, bermunculan banyak janji dari masing-masing calon anggota legislative (Caleg). Itu lumrah dan wajar saja. Yang perlu kita cermati adalah apa isi janji Caleg tersebut, dan bagaimana caranya berjanji ? Apakah cukup rasional, realistis dan dapat dipertanggung jawabkan. Untuk itu kita perlu memahami apa fungsi Anggota DPR, DPRD dan DPD yang akan kita pilih berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang ada.

Sebagaimana diatur di dalam Undang Undang No. 27 Tahun 2009, tentang; Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Bab II, Pasal 69 ayat 1, menyebutkan fungsi DPR adalah; a. legislasi; b. anggaran; dan c. pengawasan. Ketiga fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijalankan dalam kerangka representasi rakyat. Jadi, jika ada Caleg yang berjanji melebihi dari apa yang sudah diatur oleh Undang-undang, maka kemungkinan Caleg tersebut tidak memahami fungsi dan tugas sebagai anggota legislative (jika terpilih). Misalnya; ada Caleg yang berjanji, kalau dia terpilih akan membangunkan jalan warga di lokasi teresebut. Atau, “kalau saya terpilih sebagai anggota legislative, saya akan berikan modal usaha”. Janji-janji seperti ini agaknya tidak relevan dengan fungsi dan tugasnya sebagai anggota legislative. Selain itu, janji seprrti ini suliut diwujudkan secara langsung, karena sebagai anggota DPR, DPRD, dan DPD fungsinya adalah membuat peraturan dan perundang-undangan, memberikan persetujuan anggaran yang disusun oleh eksekutif, dan melakukan pengawasan terhadap pembangunan dan jalannya pemerintahan.

Jadi, seharusnya janji Caleg itu tidak lepas dari fungsinya, sebagaimana yang sudah diatur di dalam peraturan dan Undang-undang. Misalnya, mereka berjanji untuk memperjuangkan lahirnya peraturan atau undang-ndang yang memberi peluang kepada usaha kecil untuk berkembang, atau akan memperjuangkan dan meningkatkan anggaran pembangunan infrastruktur desa, membuat regulasi yang menguntungkan petaini, dll. Atau, berjanji akan meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan agar anggarannya tidak di “korupsi” oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Janji-janji seperti ini lebih rasional, realistis  dan sesuai fungsinya sebagai legislative. 

Tapi banyak juga Caleg sudah tidak peduli dengan tema-tema kampanyenya. Mereka lebih focus mengatur strategi yang lebih praktis. Misalnya dengan mempersiapkan “serangan fajar” dengan berbagai bentuk transaksi. Atau, bahkan ada Caleg yang mempersiapkan strategi jalan pintas, yakni “menyogok” penyelenggara pemilihan diberbagai tingkatan agar menambah perolehan suaranya.  Cara-cara seperti ini sangat beresiko, dan tentu sudah pasti sangat tidak terhormat.

Perilaku Pemilih

Sebaliknya, bagaimana calon legislative menghadapi perilaku pemilih pada Pileg tahun 2014 ini ?.  Ada yang memprediksi, perilaku pemilih Pemilu 2014 lebih baik dibanding Pemilu 2009. Pada Pemilu 2009, pertarungan begitu keras dan “jor-joran” dalam membagikan materi/uang.

Pada tahun 2009 pernah dilakukan survey perilaku pemilih. Hasilnya menunjukkan 45% pemilih “mentoleransi politik uang”, dan 15% dari mereka mengaku pernah menerima politik uang. Diduga, Pemilu 2014 anggka tersebut akan menurun seiring dengan kesadaran pemilih yang sudah melihat dampak dari “politik uang” yang begitu buruk terhadap kinerja pemerintahan dan pembangunan kita. Jika diasumsikan bahwa pemilih yang mendasarkan pilihannya pada “politik uang” sekitar 30% pada Pemilu 2014, maka ini akan memberi dampak baik bagi  kehidupan politik kita.

Memang belum ada survey yang menunjukkan angka tersebut, tapi milehat gejala yang berkembang di tengah masyarakat seiring dengan perbaikan sitem Pemilu, kita optimis Pemilu 2014 akan lebih baik dibanding Pemilu sebelumnya. Untuk itu, Caleg yang bertarung di Pemilu 2014 harus meyakini bahwa masih lebih banyak orang baik dibandingkan  orang jahat di masyarakat. Jadi tidak perlu jor-joran menebar “uang” agar dilipih, karena itu hanya memperebutkan sekitar 30-40 % suara pemilih. Jika Caleg memiliki dana yang cukup, lebih baik meningkatkan popularitas dengan menonjolkan kualitas diri, agar simpati dan tingkat kesukaan masyarakat pemilih meningkat. Karena hanya dengan itu peluang “keterpilihan” juga semakin terbuka. Tidak ada jaminan keterpilihan bagi Caleg yang menebar “politik uang”, karena tidak ada yang bisa memaksa orang memilih ketika sudah di bilik suara.

Bagi pemilih cerdas, tentu tidak akan memilih Caleg yang hanya mengandalkan “politik uang” dan kemapanan materi semata. Karena Caleg seperti ini pasti tidak memiliki kualitas diri yang mumpuni, sehingga pada saat mereka menjadi anggota  DPR, DPR, dan DPD yang diurus adalah kepentingan dirinya saja. Kita butuh wakil rakyat yang memiliki visi kebangsaan dan memahami fungsi dan tugasnya, memiliki integritas tinggi, berempati kepada meraka yang terpinggirkan, serta semangat pengabdian yang tulus. Hanya dengan wakil rakyat seperti ini, kita bisa berharap kehidupan negeri ini bisa lebih baik. Untuk itu, kita perlu menjadi PEMILIH CERDAS agar kita ikut memberikan sumbangsi dalam  memperbaiki kehidupan bangsa kita. Jika kesempatan ini tidak kita manfaatkan, maka nasib bangsa ini tidak akan lebih baik dari sekarang. *****

Penulis :
Pemerhati masalah social politik, dan salah seorang inisiator berdirinya DAMAI Institute Gorontalo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar