Kamis, 06 Maret 2014

Benteng Otanaha



Benteng Otanaha

Benteng Otanaha, terletak di atas bukit di Kelurahan Dembe I, Kecamatan Kota Barat, Kota Gorontalo. Untuk mencapai benteng ini, kita bisa menggunakan dua jalur. Dari arah belakang dengan kendaraan roda empat, dan dari arah depan dengan menggunakan tangga yang jumlahnya anak tangganya 348 dengan empat tempat persinggahan. Berdasarkan cacatan sejarah, Benteng Otanaha dibanguna pada tahun 1522. Benteng yang berbentuk silender ini lebih menyerupai tempat pengintaiaan, karena dari benteng ini kita dapat melihat seluruh wilayah Danau Limboto dan Kota Gorontalo.
Konon, pada abat ke-15 tersebut sebagian besar wilayah Gorontalo masih tergenang air laut. Ketika itu, Kerajaan Gorontalo di bawah Pemerintahan Raja Ilato, atau Matolodulakiki bersama permaisurinya Tilangohula (1505–1585). Raja Ilato dan permaisurinya  memilik tiga anak, satu orang lakiilaki dan dua orang perempuan. Mereka adalah; Ndoba (perempuan),Tiliaya (perempuan),dan Naha (laki-laki). Sebagai anak laki-laki, Naha sering melanglang buana ke negeri seberang pada usia remajanya. Sementara  Ndoba dan Tiliaya memilih tinggal berma kedua orang tuanya di  wilayah kerajaan.
Pada tahun 1520-an,  sebuah kapal layar Portugal singgah di Pelabuhan Gorontalo kareana cuaca buruk. Selain singgah untuk berlindung menunggu cuaca membaik, juga bertujuan untuk menambah logistic. Tapi rupanya, di tempat persinggahan ini telah ada kerajaan yang eksis, yakni kerajaan Gorontalo. Orang-orang Portugis ini tidak menyia-nyiakan kesempatan. Kemudian mereka menghadap kepada Raja Ilato untuk menyampaikan maksud kedatangannya. Pertemuan tersebut menghasilkan sebuah kesepakatan, bahwa untuk memperkuat pertahanan dan keamanan negeri, akan dibangun atau didirikan tiga buah benteng di atas perbukitan sebelah barat kota Gorontalo.

Ternyata, benteng tersebut bukanlah semata-mata kepentingan kerjaaan, tapi para nakhoda Portugis hanya memperalat Pasukan Ndoba dan Tiliaya ketika akan mengusir bajak laut yang sering menggangu nelayan di pantai, dan berniat menguasai kerajaan Gorontalo. Menyadari hal tersebut, maka seluruh rakyat dan pasukan Ndoba dan Tiliaya (dua putrid Raja Ilato) yang diperkuat empat Apitalau, bangkit dan mendesak bangsa Portugis untuk segera meninggalkan daratan Gorontalo. Ndoba dan Tiliaya tampil sebagai dua tokoh wanita pejuang waktu itu langsung mempersiapkan penduduk sekitar untuk menangkis serangan musuh dan kemungkinan perang yang akan terjadi. Pasukan Ndoba dan Tiliaya,diperkuat lagi dengan angkatan laut yang dipimpin oleh para Apitalau atau ‘kapten laut’, yakni Apitalau Lakoro, Pitalau Lagona, Apitalau Lakadjo, dan Apitalau Djailani.
Sekitar tahun 1585, Naha (putra Raja Ilato) yang kembali dari merantau, menemukan kembali ketiga benteng tersebut. Kemudian Ia memperistri seorang wanita bernama Ohihiya. Dari pasangan suami istri ini lahirlah dua putra, yakni Paha (Pahu) dan Limonu.Pada waktu  itu terjadi perang melawan Hemuto atau pemimpin golongan transmigran melalui jalur utara. Naha dan Paha gugur melawan Hemuto.
Sebagai putra Naha yang masih hidup, maka Limonu menuntut balas atas kematian ayah dan kakaknya. Naha, Ohihiya, Paha, dan Limonu telah memanfaatkan ketiga benteng tersebut sebagai pusat kekuatan pertahanan. Dengan latar belakang peristiwa di atas,maka ketiga benteng dimaksud telah diabadikan dengan nama Otanaha, Otahiya, Otahiya.
Benteng Otanaha ini hanya dari pasir dan batu kapur. Lebih menakjubkan lagi, Benteng Otanaha hanya menggunakan telur burung maleo untuk merekatkan batu dan pasir. Benteng Otanaha dibangun dengan tinggi 7 meter dan berdiameter sekitar 20 meter. Ada 3 benteng yang dihubungkan dengan jalan setapak untuk menuju tiap-tiap benteng.
Milhat senja dari benteng Otanaha
Dari atas benteng ini, kita akan seluasa melihat pemandangan indah dana Limboto di sisi utara benteng. Sementara di bagian Selatan membentang pegunungan yang menghijau dengan kontur yang begitu indah. Sayangnya, pengelolaan benteng ini belum dilakukan secara baik. Seharusnya ada pemandu wisata yang bisa menjelaskan kepada pengunjung tentang sejarah benteng ini.
Jika ada fasilitas umum yang memadai, semisal ada kafe yang menyediaakan makanan khas Gorontalo, benteng ini pasti banyak dikunjungi setiap sore. Jaraknya dari pusat kota Gorontalo sekitar 15 km dengan waktu tempuh 15 menit, akan menjadikan tempat ini sebagai tempat nongkrong faforit di sore hari untuk menungg terbenamnya matahari di atas bukit.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar