Oleh: Wahyuddin Kessa*
Ketika saya melakukan
perjalan ke desa, banyak pelaku PNPM Mandiri Perdesaan bertanya; “apakah program ini akan terus berlanjut setelah tahun 2014 ?”. Saya tidak
serta merta menjawab pertanyaan mereka, apakah program ini berlanjut atau
tidak, karena sampai hari ini, saya pun belum ada informasi
resmi dari pemerintah pusat mengenai
keberlanjutan program tersebut. Informasi yang dapat dipastikan bahwa Rancangan
Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2015, tidak lagi menganggarkan
bantuan langsung tunai (BLM) untuk program PNPM Mandiri Perdesaan TA 2015.
Anggaran yang awalnya disiapkan untuk PNPM MPd sebesar 9,1 triliyun dialihkan
menjadi Dana Desa. Jika BLM menjadi dasar dari pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan, maka bisa
dipastikan secara programatik program ini berakhir
di Desember 2014.
Mengapa begitu besar harapan masyarakat perdesaan terhadap keberlanjutan
PNPM Mandiri Perdesaan ? Apakah program ini memang sangat membantu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat desa ? atau, hanya sekeder pengalihan kegiatan untuk
melupakan beban hidup di perdesaan yang semakin berat. Untuk itu kita perlu
melihat sejarah dan perkembangannya sampai saat ini.
Sejarah PNPM Mandiri Perdesaan
Berawal dari
menurunnya kinerja ekonomi Indonesia dan meningkatnya angka kemiskinan pada
pertengahan 1990, Pemerintah Orde Baru mulai menyadari untuk merubah pendekatan
pembangunannya. Trilogi pembangunan yang mengutamakan pertumbuhan ternyata
gagal membuat masyarakat perdesaan menjadi sejahtera. Bukan hanya itu, bangunan
ekonimi Indoensia juga melahirkan kesenjangan yang sangat besar diberbagai
bidang.
Berangkat dari
permasalahan tersebut, Pemerintah Orde Baru mulai menggagas pembangunan yang
berorintasi perdesaan dengan meluncurkan program Impres Desa Tertinggal (IDT)
pada tahun 1994. Progra IDT bertujuan meningkatkan kinerja ekonomi perdesaan dengan
memberikan bantuan modal usaha kepada kelompok-kelompok masyarakat (POKMAS) dengan
model pengelolaan dana bergulir. Program IDT masih dianggap belum cukup, maka pada
tahun 1996, pemerintah kembali meluncurkan program P3DT yang dikhususkan untuk
memperbaiki infrastruktur perdesaan dan membuka isolasi yang menjadi penghambat
bekembangnya usaha-usaha masyarakat diperdesaan. Belajar dari kelemahan dan
kekuatan IDT dan P3DT, kemudian Pemerintah
merancang Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang menggabungkan dua kegiatan
tersebut kedalam satu program besar. PPK mulai diuji coba pada tahun 1997 di
empat provinsi, kemudian diimplementasikan secara terbatas di 16 provinsi pada
tahun 1998. Dan satu tahun kemudian, pemerintah kemabli meluncurkan PPK
Perkotaan (P2KP) untuk diujicoba dibeberapa kota, yang diharapkan menjadi
sulusi bagi kemiskinan di perkotaan.
Setelah berjalan kurang lebih tujuh tahun, PPK bermutasi menjadi
PNPM-PPK pada tahun 2005-2006 dengan melakukan
beberapa perbaikan pada mekanisme dan struktur programnya. Karena
dianggap berhasil membangun wilayah perdesaan, maka pada tahun 2007 Presiden RI Susilo Babang
Yudoyono meluncurkan program ini dengan nama PNPM Mandiri di Kota Palu,
Sulawesi Tengah. Setelah peluncuran tersebut, maka PNPM Mandiri Perdesaan telah
menjadi program pemberdayaan masyarakat terbesar dan telah menjangkau hampir
seluruh wilayah perdesaan Indonesia.
Apa sebenarnya yang menjadi tujuan dari PNPM Mandiri Perdesaan ?. Sebagaimana
disebutkan di dalam petunjuk teknis operasional (PTO) PNPM Mandiri Perdesaan
tahun 2014, bahwa “Tujuan
Umum PNPM Mandiri Perdesaan adalah meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan
kerja masyarakat miskin di perdesaan dengan mendorong kemandirian dalam
pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan”. Dan secara khusus bertujuan; 1) Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat,
khususnya masyarakat miskin dan atau kelompok perempuan, dalam pengambilan
keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan, 2) Melembagakan
pengelolaan pembangunan partisipatif dengan mendayagunakan sumber daya lokal, 3) Mengembangkan
kapasitas pemerintahan desa dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan
partisipatif, 4) Menyediakan prasarana sarana
sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat, 5) Melembagakan
pengelolaan dana bergulir, 6) Mendorong terbentuk
dan berkembangnya kerjasama antar desa, 7) Mengembangkan kerja
sama antar pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan perdesaan.
Pertanyaan selanjutnya adalah; apakah tujuan tersebut telah tercapai ? Jawabannya
sangat relative. Jika dilihat dari sudut pandang angka-angka kuantitatif, kita
bisa mengatakan tujuan-tujuan tersebut telah terlaksana dan telah dicapai. Akan
tetapi jika kita berbicara pencapaian kualitativ dan substantive, tentu akan
menimbulkan pendapat yang berbeda-beda.
Jika melihat data yang dirilis oleh Ikatan Pelaku Pemberdayaan
Masyarakat Indonesia (IPPMI), PNPM Mandiri Perdesaan telah berhasil membangun
sejumlah sarana dan prasarana social ekonomi di perdesaan. Cakupan program
pemberdayaan masyarakat saat
ini, telah memberi manfaat bagi
13,3 juta Rumah Tangga Miskin (RTM), dan menyerap 11 juta
tenaga kerja, dengan tingkat partisipasi mencapai 60% dan 48% diantaranya
adalah perempuan.
Selain itu IPPMI
juga mencatat, program pemberdayaan masyarakat tersebut juga
telah meningkatkan modal sosial berupa semangat gotong-royong
dan nilai keswadayaan
baik di desa maupun di kecamatan. Adanya
efisiensi pelaksanaan kegiatan swakelola oleh kelompok masyarakat yang mencapai
15-50%, serta telah terbentuknya aset-aset berupa 9 Triliun dana bergulir, dan
aset fisik lainnya berupa 104,966 km panjang jalan, 8,532 jembatan, 6,756
irigasi, 103,026 sistem air bersih, dan 27,503 sekolah.
Dan yang tidak kalah
penting, pemerintah telah melakukan investasi sumber daya manusia melalui
program pemberdayaan masyarakat selama 15 tahun terakhir dengan nilai lebih
dari 10 Triliun untuk 25,378 orang dengan kualifikasi sarjana strata satu (S-1)
disertai kompetensi sebagai Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat (FPM). Pendamping/Fasilitator
tersebut juga sudah melatih dan memfasilitasi penguatan kapasitas sekitar
642,115 kader pemberdayaan masyarakat desa yang bekerja langsung
bersama masyarakat. Bahkan pelatihan-pelatihan terbatas juga telah diberikan
kepada hampir seluruh kepala desa di 72.944 desa.
Dari data dan fakta-fakta tersebut, tentu banyak pihak yang
berkepentingan untuk melanjutkan PNPM Mandiri Perdesaan karena dinilai telah
membawa perubahan mendasar di perdesaan. Tetapi sebagai “program” tentu PNPM Mandiri Perdesaan pasti akan berakhir.
Pertanyaannya kapan waktu yang tetapt untuk mengakhirinya, dan bagaimana
caranya. Apalagi dengan lahirnya Undang-Undang No. 6 Tahun 2013 Tentang Desa,
yang merupakan manifestasi dari gagasan dan cita-cita PNPM Mandiri Perdesaan,
tentu semakin memperkuat duagaan akan berakhirnya PNPM Mandir Perdesaan secara
programtik, meski semangatnya terus tumbuh bersama dilaksanakannya UU Desa pada
Januria 2015.
Pelaksanaan Undang Undang
No.6 tahun 2014 tentang Desa.
Jika tidak ada aral melintang, Januari 2015 Undang Undang No.6 tahun
2014 tentang Desa akan dimulai pelaksanaannya. Dua peraturan pemerintah (PP)
telah diterbitkan untuk mendukung pelaksanaan UU Desa tersebut, masing-masing;
PP No. 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 6 Tahun
2014 tentang Desa, dan PP No. 60 Tahun 2014 tentang ; Dana Desa Yang Bersumber
Dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara. Tinggal menunggu beberapa
Peraturan Menteri yang akan mengatur teknis pelaksanaan UU Desa tersebut,
diantaranya; Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) yang mengatur tentang
mekanisme pendampingan, dan Permendagri yang mengatur tentang perencanaan,
serta Permendagri yang mengatur tentang pengelolaan keuangan dan pertanggung
jawaban pemeritah desa.
Bagaimana kesiapan Pemerintah Desa dan Masyarakatnya dalam pelaksanaan
Undang Undang Desa ? Apakah mereka sudah memahami hakekat dari pelaksanaan UU
Desa tersebut ? Dan apakah mereka sanggup mengelola dana desa secara efektif
dan efesien, yang akan menjadi kewenangannya ? Pertanyaan ini banyak
dilontarkan oleh pemerhati masalah perdesaan, karena melihat kondisi Pemerintah
Desa saat ini yang belum sesuai harapan.
Masih banyak Pemerintah Desa yang kurang memahami tugas dan fungsinya,
dan apa saja yang harus mereka persiapkan dalam rangka menjalankan roda
pemeritahannya.
Apa yang harus dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka implementasi
Undang Undang No.6 tahun 2014 tentang Desa. Pertama yang harus dilakukan Pemerintah
adalah mengkonsulidasi seluruh dana program berbasis desa dan menerbitkan aturan dan
kebijakan terkait dengan pengelolaan dana tersebut
agar tidak tumpang tindih dengan Dana Desa. Ini penting dilakukan agar
optimalisasi penganggaran pembangunan desa dapat diwujudkan, mengingat sampai
saat ini Pemerintah baru bisa menyiapkan Rp. 9,1 triluyun untuk Dana Desa.
Kedua, Pemerintah harus memastikan dan mendorong Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota memfasilitasi kesiapan Pemerintah Desa
dalam hal penyusunan RPJM Desa, RKP Desa, APBDesa dan penataan kelembagaan desa. Sebagaimana diatur di dalam PP 43 tahun 2014, pasal 115 dan pasal 116,
mewajibkan Pemerintah Desa memiliki RPJM Des, RKPDes dan APBDes sebagai acuan
perencanaan dan pengaanggaran. Demikian juga yang diatur di dalam PP 60 tahun
2014, pasal 20 menyebutkan bahwa penggunaan Dana Desa mengacu pada RPJM Desa
dan RKP Desa. Berdasarkan pengamatan saya, masih sebagian besar Pemerintah Desa
belum memiliki RPJM Desa sebagaimana diatur di dalam Permendagri No.66 tahun
2007.
Selain dua hal tersebut di atas, yang tidak kalah pentingnya adalah
Pemerintah harus segera melakukan peningkatan kapasitas aparatur pemerintah desa
dan masyarakatnya, serta menyediakan pendamping desa dengan mendayagunakan
fasilitator pemberdayaan masyarakat yang sudah ada. Agaknya sulit membayangkan bagaimana inplemntasi UU Desa bisa berjalan
tahun depan tanpa adanya pendampingan. Untuk itu, proses pendampingan merupakan
keniscayaan, agar implementasi UU Desa tidak menjadi bencana bagi Pemerintah
dan masyarakat Desa.
Lalu apa saja yang menjadi
fokus dan tjuan dari Undang-Undang Desa. Sebagaimana diatur di dalam Pasal 78
UU Desa, bahwa “Pembangunan Desa
bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia
serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan
sarana dan prasarana Desa, pengembangan
potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan
secara berkelanjutan”. Pembangunan Desa meliputi tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan dengan mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan
kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan social.
Selain itu, pada pasal 83 juga di
sebutkan “Pembangunan Kawasan Perdesaan dilaksanakan dalam upaya mempercepat
dan meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat
Desa di Kawasan Perdesaan melalui pendekatan pembangunan partisipatif”.
Jika membandingkan antara rumusan tujuan dari PNPM Mandiri Perdesaan
dengan fokus dan tujuan Undang Undang Desa, kita dapat melihat adanya persamaan
substantive. Begitupun proses dan perencanaan yang diatur dalam UU Desa,
seluruhnya mengadopsi model perencanaan partisipatif yang dikembangkan oleh
PNPM Mandiri Perdesaan. Jadi, apa bila PNPM Mandiri Perdesaan berakhir secara
programatik tahun 2014 ini, maka bisa dipastikan dengan diberlakukannya UU Desa
tahun depan akan menjadikan semangat dan roh PNPM Mandiri Perdesaan tetap hidup
dan berkelanjutan. Untuk itu, tidak perlu ada kekhawatiran mengenai berhentinya
“semangat pemberdayaan masyarakat” di perdesaan, karena semangat tersebut telah
terakomodasi secara berkelanjutan melalui Undang Undang No. 6 Tahun 2014
tentang Desa.****