|
Pulau Saronde, Surga di bibir Pacific. |
Taman
Surga di bibir Pacific, itulah kata yang tepat untuk menggambarkan keindahan
dan kemolekan Pulau Saronde. Pulau mungil yang merupakan bagian dari Kecamatan
Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara, memiliki keindahan alam laut yang
luar biasa. Pasir putih yang halus berpadu dengan batu-batu hitam yang besar,
menjadikan pulai ini terlihat sangat eksotik. Air lautnya yang jernih, membuat
kita dapat melihat bunga-bunga karang yang asri dikedalaman 1,5 – 2 meter.
Sungguh pemandangan yang mempesona.
|
Pasir putih, dan batuan warna hitam. |
Untuk
mencapai Pulau Saronde, tidak begitu sulit. Dari Kota Gorontalo, kita bisa
menggunakan kendaraan darat menuju Kwandang, ibu kota Kabupaten Gorontalo Utara.
Jarak antara Kota Gorontalo dengan Kwandang, sekitar 50 km, dengan waktu tempuh
sekitar satu sengah jam. Dari Kwandang menuju Pulau Saronde, kita bisa naik
perahu “katin-ting” dengan sewa sekitar Rp. 200.000,- . Dari pelabuhan
Kawandang menuju Pulau Saronde, ditempuh dengan waktu kurang lebih satu jam
perjalanan. Ada banyak perahu nelayan yang siap mengantar kita ke Saronde, jika
harga carter perahu disepakati. Memang belum ada angkutan penyeberangan yang regular
untuk mengangkut wisatawan yang berkunjung ke Saronde. Mungkin karena belum
banyak pengunjung yang berwisata ke pulai ini.
|
Air laut yang jernih |
Perjalanan
saya ke Pulau Saronde bukanlah tujuan utama. Sebenarnya, saya ingin mengunjungi
program-program yang dibiayai PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan Ponelo
Kepulauan. Karena sudah lama saya dengar cerita keindahan Pulau Saronde, maka
saya sempatkan diri untuk mengunjungi polau ini. Untuk itu, saya minta Wilco,
FK Kecamatan Ponelo Kepulauan, mempersiapkan perahu yang lebih baik, agar saya
bisa menyeberang ke Saronde.
Rabu
(30 Maret 2014), pagi jam 6.00, saya tinggalkan kamar kos saya menuju Kwandang.
Sekitar jam 7,30 saya sudah tiba di pelabuhan Kwandang. Sambil menunggu perahu
yang akan mengantar saya ke Ponelo dan Saronde, saya menyempatkan diri sarapan
pagi di area pelabuhan. Tepat jam 8.00, Wilco memberi tahu saya kalau perahu
sudah siap diberangkatkan. Kami tinggalkan pelabuhan Kwandang, jam 8.15 menuju
Pulau Saronde. Sengaja kami langsung ke Pulau Saronde, karena di pagi hari laut
masih teduh.
Sepanjang
perjalanan menuju Pulau Saronde, kami disuguhi pemandangan alam laut yang
sangat elok. Biru laut yang teduh, berpadu dengan warna kehijauan gugusan
pulau-pulau dengan nyiur melambai, menjadikan perjalan satu jam terasa singkat.
Terumbu karang di kedalam 2 meter, terlihat jelas dari atas kantinting.
Iakn-ikan karang terlihat bergerombol bermain di sela-sela karang yang masih
perwan. Sungguh perjalanan yang mengasyikkan…
Kami
tiba di Pulau Saronde jam 9,15. Wilco bersama adik sepupunya, memasang jangkar
dan mengikatkan perahu. Saya sedikit terperangah melihat hamparan pasir putih
yang begitu luas dengan biru laut yang kontras, menjadikan pemandangan “ibarat
lukisan” sang maestro. Kondisi pulau sangat sepi, hanya ada seorang prempuan
paru baya sedang menyapu di sekitar gazebo yang sudah disiapkan untuk
pengunjung. Sepertinya, hari itu hanya kami yang mengunjungi pulai ini.
Setelah
beristirahat sejenak, kami menyempatkan diri mengelilingi pulau yang lebarnya
sekitar 3 heaktar ini. Disisi barat Pulau Saronde terdapat gugusan batu besar
di sela-sela hutan mangrove yang masih tersisa. Melihat jenis batuannya,
kelihatannya ini bukan batu karang, tapi seperti batuan gunung berapi (batu
vulakno). Batu-batu besar seukuran kerbau tersebut bertebaran menambah keunikan
pulau ini. Air mulai surut, sehingga membuat kami leluasa melihat terumbu
karang yang ada disekitar pulau. Rumput padang lamun melambai-lambai karena terbawa
arus pasang. Kami tak hentin-hentinya mengagumi keindahan Saronde…
|
Mendorong Perahu |
Puas
mengelilingi pulau, kami menganti pakaian untuk mandi. Sekitar satu jam kami
berendam di air laut yang jernih. Sambil bermain dengan “bintang laut” yang
banyak menghiasi pesisir Saronde, saya merenung; betapa indahnya negeri ini,
tapi mengapa masih banyak nelayan disekitar Saronde yang hidupnya miskin ? Dari
informasi yang saya peroleh, bahwa Pulau Saronde sudah di kontrakkan kepada
swasta. Dan mudah-mudahan masyarakat di sekitar Saronde masih bisa memperoleh
manfaat dari kegiatan pariwisatanya.
|
Dapat iakan karang, hehehehe |
|
Jam
12.00, kami bergegas meninggalkan Saronde. Air surut membuat perahu kami
kandas, sehingga harus menunggu sekitar 15 menit untuk mendorongnya ke laut.
Setelah berjuang sekitar 10 menit, barulah perahu kami dapat kembali mengapung
dan siap meninggalkan Saronde. Sebelum kembali ke Kawandang, kami menyempatkan
singgah di gugusan karang untuk memancing. Dengan alat pancing tradisional,
saya dan Wilco mencoba peruntungan. Setelah lima menit pancing kami turunkan, Wilco
lebih dulu mendapat ikan batu (jenis kerapuh). Tidak lama kemudian saya pun
berhasil menaikkan satu ikan karang dengan ukuran telapak tangan. Luar bisas,
saya betul-betul menikmati perjalanan hari ini….