Sehari sebelum hari pencoblosan, semua orang sibuk saling
bertanya; “apakah sudah dapat undangan untuk memilih ?” Saya dan beberapa teman
yang tinggal di rumah kost, tidak terlalu yakain apakah kami dapat undangan.
Tetapi setelah kemabli ke tempat kost, saya menemukan selembar kertas yang diselipkan
di bawah pintu. Kubaca secara seksama, ternyata
undangan untuk memilih di TPS VIII, Kelurahan Tapa, Kecamatan Sipatana,
Kota Gorontalo. Saya merasa lega, karena mendapat undangan memilih.
Di hari pencoblosan, saya bersiap lebih pagi. Jam 6.00, saya
sudah menyiapkan diri untuk berangkat ke TPS. Sepeda onthel saya bersihkan dan
memompa ban depannya yang kempes. Saya akan naik sepeda ke TPS untuk melakukan
pencoblosan. Jam 7.00, saya tinggalkan
kamar kos dengan tujuan keliling kota sebelum menuju TPS VIII tempat saya
memilih. Kukayuh La Bolong secara perlahan, menikmati segarnya udara pagi
sambil melihat kesibukan di beberapa TPS yang saya lewati. Ada persaan bangga
dan haru menyaksikan kesibukan petugas KPPS dan masyarakat sekitar dalam mempersiapkan
Pemilu Legislatif hari ini. Ternyata jiwa kebangsaan kita masih cukup kuat. Mereka
mempersiapkan suatu rangkaian perhelatan demokrasi, yang mudah-mudah membawa
perbaikan di negeri tercinta ini.
Hampir satu jam saya keliling kota dengan sepeda guna menyaksikan
suasana di hari Pemilu Legislatif, 9 April
2014 ini. Setelah keeling kota, saya menuju TPS tempat saya memilih.
Saya tiba jam 8.00 di TPS VIII Kelurahan Tapa, tapi acara belum dimulai.
Panitia masih sibuk mempersiapkan segala sesuatunya. Ini terlambat dari jadwal
yang ada di undangan. Seharusnya pencoblosan sudah dimulai jam 7.30, tapi
sampai 8.15 proses pencoblosan belum dimulai. Daripada menunggu agak lama, saya
tinggalkan TPS VIII menuju arah jalan
Madura untuk cari sarapan pagi.
Setelah sarapan pagi, saya kembali ke tempat kost untuk
mengajak Pak Yusuf dan Pak Muin (teman kos saya) untuk sama-sama ke TPS VIII.
Tapi ternyata mereka sudah terlebih dulu berada di TPS untuk mengantri. Saya
menyusul mereka, dan bertemu di area TPS. Sebelum kami menyerahkan undangan ke
KPPS, kami berdiskusi mengenai siapa yang harus kami pilih. Dari sekian banyak
Caleg, hanya beberapa orang yang kami kenal. Disamping melihat daftar Caleg,
saya juga melihat daftar pemilih yang dipajang di papan informasi. Nama saya ada
di nomor urut 6 lengkap dengan nomor identis KTP saya. Ini artinya saya benar
pemilih di TPS ini.
Tiga undangan kami serahkan ke KPPS secara bersamaan. Setelah
itu kami langsung duduk di ruangan yang sudah disediakan, menungggu giliran
dipanggil untuk menggunakan hak pilih kami. Sektara 45 menit berlalu, nama kami
belum dipanggil. Saya mulai curiga, jangan-jangan ini ada permainan. Ada orang
yang belakangan menyetor undangannya tapi sudah dipanggil, sementara kami sudah
hampir satu jama menunggu belum dipangil juga. Saya merasa, ini ada yang tidak
beres. Akhirnya Pak Muin dan Pak Yusuf dipanggi namanya setelah satu jam kami
menunggu. Tapi nama saya belum dipanggil. Akhirnya saya protes ke KPPS, dan
ternyata seorang bapak juga ikut melakukan memperotes. Saya datangi Ketua KPPS
menanyakan kenapa saya belum dapat giliran mencoblos, sementara 2 teman saya
sudah dipanggil, pada hal saya menyetor undangan secara bersamaan. Ketua KPPS
berusaha berkelit, tapi karena banyak orang yang memperotes akhirnya mereka
mencari nama saya dan mempersilahkan
saya untuk mengambil kertas suara.
Sebelum ke bilik suara, sekali lagi saya mengoreksi KPPS.
Seluruh pemilih sebelum saya, tidak ada yang diperiksa tangannya apakah sudah
ada bekas tinta atau belum ada sebagai bukti seseorang sudah menggunakan hak
pilihnya atau belum. “Seharusnya Ibu memeriksa jari tangan mereka sebelum
memberikan kertas suara, agar Ibu bisa memastikan mereka belum menggunakan hak
pilihnya di tempat lain” , saya menyarakan ke Ketua KPPS. Itulah tujuannya
mengapa setiap pemilih harus mencelupkan jari tangannya pada tinta yang sudah
disediakan, setelah mereka menggunakan hak pilihnya. Kemudian Ketua KPPS berjanji
akan menjalankan prosedur yang saya sampaikan.
Saya ambil kertas suara empat lembar, masing-masing untuk
DPR, DPD, DPRD Propinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Melangkah pasti menuju bilik
suara dengan pilihan yang sudah ada di hati. Dua menit, empat kertas suara
selesai saya coblos, kemudian saya lipat, dan membawanya ke kotak suara yang
sudah disediakan. Legah, akhirnya saya bisa menggunakan hak pilih saya.****