Oleh Wahyuddin Kessa |
Jika tidak ada perubahan jadwal, tanggal 9 April 2014 akan menjadi hari yang
sangat penting bagi bangsa Indonesia. Tanggal tersebut telah diteteapkan oleh
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai hari pemilihan umum anggota DPR, DPRD dan
DPD untuk masa bakti 2014-2019. Momentum Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD 2014
sangat menentukan arah dan perkebangan politik kenegaraan kita ke depan,
sehingga sangat penting bagi kita semua untuk mengambil bagian dalam perhelatan
demokrasi tersebut.
Belajar dari tiga kali
Pemilu anggota legislatif sejak rezim
Orde Baru tumbang, cukup memberi kita pelajaran berharga tentang bagaimana memilih wakil rahyat yang
akan duduk di DPR, DPD dan DPRD. Tentu kita tidak ingin mengulang kesalahan
(salah pilih) di Pemilu Legislative tahun 2014. Untuk itu kita harus menjadi
“pemilih yang bertanggung-jawab”, cerdas dalam memilih wakil yang akan
menentukan nasib bangsa kita untuk masa lima tahun kedepan.
Mengkritis
Janji Caleg
Setiap Pemilu anggota
legislative, bermunculan banyak janji dari masing-masing calon anggota legislative
(Caleg). Itu lumrah dan wajar saja. Yang perlu kita cermati adalah apa isi
janji Caleg tersebut, dan bagaimana caranya berjanji ? Apakah cukup rasional,
realistis dan dapat dipertanggung jawabkan. Untuk itu kita perlu memahami apa
fungsi Anggota DPR, DPRD dan DPD yang akan kita pilih berdasarkan peraturan dan
perundang-undangan yang ada.
Sebagaimana diatur di
dalam Undang Undang No. 27 Tahun 2009, tentang; Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, Bab II, Pasal 69 ayat 1, menyebutkan fungsi DPR adalah; a.
legislasi; b. anggaran; dan c. pengawasan. Ketiga fungsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dijalankan dalam kerangka representasi rakyat. Jadi, jika ada
Caleg yang berjanji melebihi dari apa yang sudah diatur oleh Undang-undang,
maka kemungkinan Caleg tersebut tidak memahami fungsi dan tugas sebagai anggota
legislative (jika terpilih). Misalnya; ada Caleg yang berjanji, kalau dia
terpilih akan membangunkan jalan warga di lokasi teresebut. Atau, “kalau saya
terpilih sebagai anggota legislative, saya akan berikan modal usaha”.
Janji-janji seperti ini agaknya tidak relevan dengan fungsi dan tugasnya
sebagai anggota legislative. Selain itu, janji seprrti ini suliut diwujudkan
secara langsung, karena sebagai anggota DPR, DPRD, dan DPD fungsinya adalah
membuat peraturan dan perundang-undangan, memberikan persetujuan anggaran yang
disusun oleh eksekutif, dan melakukan pengawasan terhadap pembangunan dan
jalannya pemerintahan.
Jadi,
seharusnya janji Caleg itu tidak lepas dari fungsinya, sebagaimana yang sudah
diatur di dalam peraturan dan Undang-undang. Misalnya, mereka berjanji untuk
memperjuangkan lahirnya peraturan atau undang-ndang yang memberi peluang kepada
usaha kecil untuk berkembang, atau akan memperjuangkan dan meningkatkan
anggaran pembangunan infrastruktur desa, membuat regulasi yang menguntungkan
petaini, dll. Atau, berjanji akan meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan
pembangunan agar anggarannya tidak di “korupsi” oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab. Janji-janji seperti ini lebih rasional, realistis dan sesuai fungsinya sebagai legislative.
Tapi
banyak juga Caleg sudah tidak peduli dengan tema-tema kampanyenya. Mereka lebih
focus mengatur strategi yang lebih praktis. Misalnya dengan mempersiapkan
“serangan fajar” dengan berbagai bentuk transaksi. Atau, bahkan ada Caleg yang
mempersiapkan strategi jalan pintas, yakni “menyogok” penyelenggara pemilihan
diberbagai tingkatan agar menambah perolehan suaranya. Cara-cara seperti ini sangat beresiko, dan
tentu sudah pasti sangat tidak terhormat.
Perilaku Pemilih
Sebaliknya,
bagaimana calon legislative menghadapi perilaku pemilih pada Pileg tahun 2014
ini ?. Ada yang memprediksi, perilaku pemilih
Pemilu 2014 lebih baik dibanding Pemilu 2009. Pada Pemilu 2009, pertarungan
begitu keras dan “jor-joran” dalam membagikan materi/uang.
Pada
tahun 2009 pernah dilakukan survey perilaku pemilih. Hasilnya menunjukkan 45%
pemilih “mentoleransi politik uang”, dan 15% dari mereka mengaku pernah
menerima politik uang. Diduga, Pemilu 2014 anggka tersebut akan menurun seiring
dengan kesadaran pemilih yang sudah melihat dampak dari “politik uang” yang
begitu buruk terhadap kinerja pemerintahan dan pembangunan kita. Jika
diasumsikan bahwa pemilih yang mendasarkan pilihannya pada “politik uang”
sekitar 30% pada Pemilu 2014, maka ini akan memberi dampak baik bagi kehidupan politik kita.
Memang
belum ada survey yang menunjukkan angka tersebut, tapi milehat gejala yang
berkembang di tengah masyarakat seiring dengan perbaikan sitem Pemilu, kita
optimis Pemilu 2014 akan lebih baik dibanding Pemilu sebelumnya. Untuk itu,
Caleg yang bertarung di Pemilu 2014 harus meyakini bahwa masih lebih banyak
orang baik dibandingkan orang jahat di
masyarakat. Jadi tidak perlu jor-joran menebar “uang” agar dilipih, karena itu
hanya memperebutkan sekitar 30-40 % suara pemilih. Jika Caleg memiliki dana
yang cukup, lebih baik meningkatkan popularitas dengan menonjolkan kualitas
diri, agar simpati dan tingkat kesukaan masyarakat pemilih meningkat. Karena
hanya dengan itu peluang “keterpilihan” juga semakin terbuka. Tidak ada jaminan
keterpilihan bagi Caleg yang menebar “politik uang”, karena tidak ada yang bisa
memaksa orang memilih ketika sudah di bilik suara.
Bagi
pemilih cerdas, tentu tidak akan memilih Caleg yang hanya mengandalkan “politik
uang” dan kemapanan materi semata. Karena Caleg seperti ini pasti tidak
memiliki kualitas diri yang mumpuni, sehingga pada saat mereka menjadi
anggota DPR, DPR, dan DPD yang diurus
adalah kepentingan dirinya saja. Kita butuh wakil rakyat yang memiliki visi
kebangsaan dan memahami fungsi dan tugasnya, memiliki integritas tinggi,
berempati kepada meraka yang terpinggirkan, serta semangat pengabdian yang
tulus. Hanya dengan wakil rakyat seperti ini, kita bisa berharap kehidupan
negeri ini bisa lebih baik. Untuk itu, kita perlu menjadi PEMILIH CERDAS agar
kita ikut memberikan sumbangsi dalam
memperbaiki kehidupan bangsa kita. Jika kesempatan ini tidak kita
manfaatkan, maka nasib bangsa ini tidak akan lebih baik dari sekarang. *****
Penulis
:
Pemerhati masalah social politik,
dan salah seorang inisiator berdirinya DAMAI Institute Gorontalo.